MAKALAH ETIKA PROFESI TEKNOLOGI INFORMASI
DAN KOMUNIKASI ( EPTIK )
PEMBAHASAN CARDING
Diajukan Untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester (UAS)
Mata kuliah EPTIK
Pada Program Diploma Tiga ( D.III )
Disusun Oleh:
1. Agung Prawiro (11100717)
2. Maysela Anggita (11102923)
3. Tya Anggita (11102969)
4. Repi Megasanti (11102975)
Jurusan Akutansi Komputerisasi
Akademi menejemen informatika dan Komputer “BSI Bekasi”
Bekasi
2012
KATA PENGANTAR
Dengan
mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, penulis panjatkan atas
segala rahmat, hidayah serta ridhoNya, atas terselesaikannya makalah yang berjudul “CARDING ” yang merupakan syarat mendapatkan nilai UAS pada mata kuliah Etika Profesi Teknologi Informasi & Komunikasi ( EPTIK ).
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam menyusun makalah ini tak terlepas dari bantuan berbagai pihak, Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Ibu Luthfia Rohimah selaku dosen EPTIK
2. Kedua Orang Tua tercinta dan keluarga kami yang selalu mendo’akan dan memberikan semangat.
3. Rekan-rekan mahasiswa BSI yang telah mendukung dan berpartisipasi dalam pembuatan laporan presentasi ini.
4. Dan semua pihak yang telah membantu penulis, namun tak bisa penulis sebutkan satu per satu.
Dalam penulisan makalah
ini, tentunya masih jauh dari kesempurnaan, karena masih banyak
kesalahan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Akhir
kata, penulis mohon di bukakan pintu ma’af yang sebesar-besarnya,
apabila ada kesalahan dan kekurangan yang penulis lakukan. Dan penulis
mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Bekasi, 12 Oktober 2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Perkembangan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang cukup pesat sekarang ini
sudah menjadi realita sehari-hari bahkan merupakan tuntutan masyarakat
yang tidak dapat ditawar lagi. Tujuan utama perkembangan iptek adalah
perubahan kehidupan masa depan manusia yang lebih baik, mudah, murah,
cepat dan aman. Perkembangan iptek, terutama teknologi informasi
(Information Technology) seperti internet sangat menunjang setiap orang
mencapai tujuan hidupnya dalam waktu singkat, baik legal maupun illegal
dengan menghalalkan segala cara karena ingin memperoleh keuntungan
secara “potong kompas”. Dampak buruk dari perkembangan “dunia maya” ini tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan masyarakat modern saat ini dan masa depan.
Kemajuan
teknologi informasi yang serba digital membawa orang ke dunia bisnis
yang revolusioner (digital revolution era) karena dirasakan lebih mudah,
murah, praktis dan dinamis berkomunikasi dan memperoleh informasi. Di
sisi lain, berkembangnya teknologi informasi menimbulkan pula sisi rawan
yang gelap sampai tahap mencemaskan dengan kekhawatiran pada
perkembangan tindak pidana di bidang teknologi informasi yang
berhubungan dengan “cybercrime” atau kejahatan duniamaya.
Masalah kejahatan maya
dewasa ini sepatutnya mendapat perhatian semua pihak secara seksama
pada perkembangan teknologi informasi masa depan, karena kejahatan ini
termasuk salah satu extra ordinary crime (kejahatan luar biasa) bahkan
dirasakan pula sebagai serious crime (kejahatan serius) dan
transnational crime (kejahatan antar negara) yang selalu mengancam
kehidupan warga masyarakat, bangsa dan negara berdaulat. Tindak pidana
atau kejahatan ini adalah sisi paling buruk di dalam kehidupan moderen
dari masyarakat informasi akibat kemajuan pesat teknologi dengan
meningkatnya peristiwa kejahatan komputer, pornografi, terorisme
digital, “perang” informasi sampah, bias informasi, hacker, cracker dan
sebagainya.
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk lebih memahami dan mengetahui tentang pelanggaran hukum (Cybercrime) yang terjadi dalam dunia maya sekarang ini, dan Undang-Undang Dunia Maya (Cyberlaw).
2. Untuk
lebih memahami dan mengetahui tentang betapa bahayanya carding dan
semoga kita dapat mencegah dan menghindari carding yang termasuk
salasatu pelanggaran hukum didunia maya.
Sedangkan tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai salah satu syarat
memenuhi nilai UAS pada mata kulih EPTIK pada jurusan Manajemen
Informatika Akedemi Manajemen Informatika dan Komputer Bina Sarana Informatika.
1.3. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan oleh penulis pada penulisan tugas akhir ini adalah :
1. Metode Studi Pustaka (Library Study)
Selain
melakukan kegiatan tersebut diatas, penulis merangkum berbagai sumber
bacaan dari bahan – bahan pustaka yang ada hubungannya dengan masalah
yang akan dibahas guna mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai
materi yang akan dijadikan bahan makalah.
1.4. Ruang Lingkup
Dalam
penyusunan makalah ini, penulis hanya memfokuskan pada kasus carding
yang merupakan salasatu pelanggaran hukum pada dunia maya.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pelanggaran hukum dalam dunia maya ( Cyber Crime)
Munculnya
revolusi teknologi informasi dewasa ini dan masa depan tidak hanya
membawa dampak pada perkembangan teknologi itu sendiri, akan tetapi juga
akan mempengaruhi aspek kehidupan lain seperti agama, kebudayaan,
sosial, politik, kehidupan pribadi, masyarakat bahkan bangsa dan negara.
Jaringan informasi global atau internet saat ini telah menjadi salah
satu sarana untuk melakukan kejahatan baik domestik maupun
internasional. Internet menjadi medium bagi pelaku kejahatan untuk
melakukan kejahatan dengan sifatnya yang mondial, internasional dan
melampaui batas ataupun kedaulatan suatu negara. Semua ini menjadi motif
dan modus operandi yang amat menarik bagi para penjahat digital.
Cyber
crime atau kejahatan dunia maya dapat didefenisikan sebagai perbuatan
melawan hukum yang dilakukan dengan menggunakan internet yang berbasis
pada kecanggihan teknologi komputer dan komunikasi.
2. Undang - Undang dunia maya ( Cyber Law)
Harus
diakui bahwa Indonesia belum mengadakan langkah-langkah yang cukup
signifikan di bidang penegakan hukum (law enforcement) dalam upaya
mengantisipasi kejahatan duniamaya
seperti dilakukan oleh negara-negara maju di Eropa dan Amerika Serikat.
Kesulitan yang dialami adalah pada perangkat hukum atau undang-undang
teknologi informasi dan telematika yang belum ada sehingga pihak
kepolisian Indonesia masih ragu-ragu dalam bertindak untuk menangkap
para pelakunya, kecuali kejahatan duniamaya yang bermotif pada kejahatan ekonomi/perbankan.
Untuk itu diperlukan suatu perangkat UU yang dapat mengatasi masalah ini seperti yang sekarang telah adanya perangkat
hukum yang satu ini berhasil digolkan, yaitu Undang-Undang Informasi
dan Transaksi Elektronik (UU ITE). UU yang terdiri dari 13 Bab dan 54
Pasal serta Penjelasan ini disahkan setelah melalui Rapat Paripurna DPR
RI pada Selasa, 25 Maret 2008. Namun sejatinya perjalanan perangkat
hukum yang sangat penting bagi kepastian hukum di dunia maya ini
sebenarnya sudah dimulai 5 tahun yang lalu.
3. Carding
Didalam
dunia maya sangat banyak pihak-pihak yang mencari keuntungan tanpa
memperdulikan segalasesuatunya entah itu merugikan orang lain,
masyarakat atau pihak yang tidak tersangkut secara langsung. Berikut ini
adalah beberapa contoh kasus pelangaran hokum terhadap dunia maya
diantaranya adalah Hacker, Cracker, Defacer, Carding, Frauder, Spammer
dalam penulisan makalah ini penulis mencoba membahas salasatu kasus pelanggaran hokum dalam dunia maya yaitu carding.
Carding
adalah suatu aktivitas untuk mrndapatkan nomer-nomer kartu kredit orang
lain yang digunakan untuk berbelanja siinternet secara tidak syah atau
illegal.
Carding,
sebuah ungkapan mengenai aktivitas berbelanja secara maya (lewat
komputer), dengan menggunakan, berbagai macam alat pembayaran yang tidak
sah. pada umumnya carding identik dengan transaksi kartu kredit, dan
pada dasarnya kartu kredit yang digunakan bukan milik si carder tersebut
akan tetapi milik orang lain.
apa
yang terjadi ketika transaksi carding berlangsung, tentu saja sistem
pembayaran setiap toko atau perusahaan yang menyediakan merchant
pembayaran mengizinkan adanya transaksi tersebut. seorang carder tinggal
menyetujui dengan cara bagaimana pembayaran tersebut di lakukan apakah
dengan kartu kredit, wire transfer, phone bil atau lain sebagainya.
cara carding sebagai berikut:
1.
mencari kartu kredit yang masih valid, hal ini dilakukan dengan mencuri
atau kerjasama dengan orang-orang yang bekerja pada hotel atau
toko-toko gede (biasanya kartu kredit orang asing yang disikat). atau
masuk ke program MIRC (chatting) pada server dal net, kemudian ke
channel #CC, #Carding, #indocarder, #Yogyacarding,dll. nah didalamnya
kita dapat melakukan trade (istilah "tukar") antar kartu kredit (bila
kita memiliki kartu kredit juga, tapi jika tidak punya kartu kredit,
maka dapat melakukan aktivitas "ripper" dengan menipu salah seorang yang
memiliki kartu kredit yang masih valid).
2.
setelah berhasil mendapatkan kartu kredit, maka carder dapat mencari
situs-situs yang menjual produk-produk tertentu (biasanya di cari pada
search engine). tentunya dengan mencoba terlebih dahulu (verify) kartu
kredit tersebut di site-site porno (hal ini disebabkan karena kartu
kredit tersebut tidak hanya dipakai oleh carder tersebut). jika di
terima, maka kartu kredit tersebut dapat di belanjakan ke toko-toko
tersebut.
3.
cara memasukan informasi kartu kredit pada merchant pembayaran toko
adalah dengan memasukan nama panggilan (nick name), atau nama palsu dari
si carder, dan alamat aslinya. atau dengan mengisi alamat asli dan nama
asli si empunya kartu kredit pada form billing dan alamat si carder
pada shipping adress. (mudahkan?.....)
jenis kartu kredit:
1. asli didapatkan dari toko atau hotel (biasa disebut virgin CC)
2. hasil trade pada channel carding
3.hasil
ekstrapolet (penggandaan, dengan menggunakan program C-master 4,
cardpro, cardwizard, dll), softwarenya dapat di Download disini: Cmaster4, dan cchecker (jika ada yang ingin mengetahui CVV dari kartu tersebut)
4. hasil hack (biasa disebut dengan fresh cc), dengan menggunakan tekhnik jebol ASP (dapat anda lihat pada menu "hacking")
Contoh kartu kredit:
First Name* Judy
Last Name* Downer
Address* 2057 Fries Mill Rd
City* Williamstown
State/Province* NJ
Zip* 08094
Phone* ( 856 )881-5692
E-mail* serengeti@erols.com
Payment Method Visa
Card Number 4046446034843451
Exp. Date 5/04
Last Name* Downer
Address* 2057 Fries Mill Rd
City* Williamstown
State/Province* NJ
Zip* 08094
Phone* ( 856 )881-5692
E-mail* serengeti@erols.com
Payment Method Visa
Card Number 4046446034843451
Exp. Date 5/04
Apa
anda pernah memikirkan arti dari nomor kartu kredit, dan bagaimana
angka-angka tersebut dihasilkan? Atas dasar ilmu pengetahuan, berikut
ini akan saya jabarkan RAHASIA-nya …
Pertama-tama anda harus mengenal bagian-bagian dari deretan angka pada kartu kredit tersebut.
Dari 16 angka yang anda lihat di kartu kredit Visa atau MasterCard, 6 digit pertamanya merupakan “issuer identifier“, yaitu kode jenis kartu kredit tersebut. Jika 6 digit tersebut diawali dengan 4, berarti kartu kredit tersebut berjenis Visa. Namun, jika 6 digit tersebut diawali dengan 5, berarti kartu kredit tersebut berjenis MasterCard. Berikutnya, 1 digit terakhir dari 16 digit angka di kartu kredit tersebut berfungsi sebagai “check digit“, yang fungsinya hanya untuk validasi pengecekan nomor kartu kredit tersebut. Karena 6 digit awal dan 1 digit terakhir tersebut sudah memiliki arti, berarti tinggal tersisa 9 digit di tengah yang berfungsi sebagai “account number“.
Pertama-tama anda harus mengenal bagian-bagian dari deretan angka pada kartu kredit tersebut.
Dari 16 angka yang anda lihat di kartu kredit Visa atau MasterCard, 6 digit pertamanya merupakan “issuer identifier“, yaitu kode jenis kartu kredit tersebut. Jika 6 digit tersebut diawali dengan 4, berarti kartu kredit tersebut berjenis Visa. Namun, jika 6 digit tersebut diawali dengan 5, berarti kartu kredit tersebut berjenis MasterCard. Berikutnya, 1 digit terakhir dari 16 digit angka di kartu kredit tersebut berfungsi sebagai “check digit“, yang fungsinya hanya untuk validasi pengecekan nomor kartu kredit tersebut. Karena 6 digit awal dan 1 digit terakhir tersebut sudah memiliki arti, berarti tinggal tersisa 9 digit di tengah yang berfungsi sebagai “account number“.
Oleh
karena terdapat 10 kemungkinan angka (dari angka 0 sampai dengan 9)
yang bisa dimasukkan ke tiap digit dari 9 digit “account number”
tersebut, maka kombinasi yang dihasilkan dari 9 digit tersebut berjumlah
1 milyar kemungkinan nomor untuk masing-masing jenis kartu kredit (Visa
atau MasterCard). Adapun algoritma yang dipakai untuk menghasilkan
deretan 16 angka untuk nomor kartu kredit tersebut dinamakan algoritma
“Luhn” atau “Mod 10“.
Dulu pada tahun 1954, Hans Luhn dari IBM adalah orang yang pertama kali mengusulkan penerapan algoritma untuk mengetahui valid atau tidaknya suatu nomor kartu kredit.
Cara kerja algoritma yang sederhana (tapi luar biasa) ini adalah sebagai berikut :
Dulu pada tahun 1954, Hans Luhn dari IBM adalah orang yang pertama kali mengusulkan penerapan algoritma untuk mengetahui valid atau tidaknya suatu nomor kartu kredit.
Cara kerja algoritma yang sederhana (tapi luar biasa) ini adalah sebagai berikut :
1. Dimulai dari digit pertama, kalikan 2 semua angka yang menempati digit ganjil, sehingga secara keseluruhan akan ada 8 digit yang anda kalikan 2, yakni digit ke 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, dan 15.
2. Jika hasil perkalian 2 tersebut menghasilkan angka yang berjumlah 2 digit (10, 12, 14, 16, atau 18), maka jumlahkan angka masing-masing digit tersebut untuk menghasilkan 1 digit angka baru, sehingga hasil dari langkah pertama dan kedua ini tetap berupa 8 angka.
3. Langkah berikutnya, gantikan semua angka (nomor kartu kredit) yang terletak pada digit posisi ganjil tersebut dengan 8 angka baru tersebut, untuk menghasilkan deretan 16 angka baru.
4. Langkah terakhir, jumlahkan ke-16 angka tersebut. Jika hasil penjumlahannya merupakan kelipatan 10, berarti nomor kartu kredit tersebut valid, dan sebaliknya, jika tidak kelipatan 10, berarti nomor kartu kredit tersebut tidak valid. Berikut ini saya berikan contoh perhitungan sebenarnya :
Seperti anda lihat di gambar di atas ini, nomor kartu kredit tersebut adalah 4552 7204 1234 5678, karena diawali dengan 4, berarti kartu tersebut berjenis Visa. Sekarang kita lakukan perhitungannya.
Jika sudah anda hitung dengan teliti, maka akan terlihat bahwa jumlah akhirnya adalah 61, yang BUKAN merupakan bilangan kelipatan 10, sehingga bisa dipastikan bahwa nomor kartu kredit tersebut adalah tidak valid. Seandainya “check digit” di contoh tersebut bukan 8, melainkan 7, maka secara algoritma, nomor kartu kredit tersebut akan menjadi valid, karena total penjumlahannya akan berubah menjadi 60, suatu bilangan kelipatan 10. Berikut ini contoh yang lain :
Sekali lagi, lakukan kalkulasi sesuai algoritma Luhn di atas untuk kartu kredit MasterCard dengan nomor 5490 1234 5678 9123 tersebut
Seperti bisa anda hitung sendiri, total penjumlahannya adalah 65, sehingga nomor kartu kredit tersebut tidak valid, karena 65 BUKAN bilangan kelipatan 10. Seandainya, “check digit” kartu kredit tersebut bukan 3, melainkan 8, maka hasil penjumlahannya akan menjadi 70, yang merupakan kelipatan 10, sehingga nomor kartu kredit tersebut akan menjadi valid (secara algoritma).
Pengertian valid di atas adalah valid secara perhitungan matematika, bukan berarti nomor kartu kredit tersebut benar-benar pasti nomor kartu kredit yang asli. Karena untuk pengecekan kartu kredit (pada saat transaksi online, misalnya) dibutuhkan tidak hanya nomor kartu kreditnya saja, tapi juga “expiry date“, serta “card security code” atau disebut juga dengan CVV (Card Verification Value) atau pun CVC (Card Verification Code) yang merupakan 3 digit terakhir di balik kartu kredit tersebut. P.S. : Untuk kartu kredit American Express, jumlah digitnya bukan 16, tapi cuma 15, dan selalu diawali dengan 34 atau 37 untuk 2 digit pertamanya. Sedangkan untuk “account number“-nya hanya memiliki panjang 8 digit, bukan 9 digit seperti kartu kredit jenis Visa atau MasterCard.
4. Peranan Cyber Law
Cyber Law adalah aspek hukum yang istilahnya berasal dari Cyberspace Law, yang ruang
lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang
perorangan atausubyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi
internet yang dimulaipada saat mulai "online" dan memasuki dunia cyber
atau maya. Pada negara yang telahmaju dalam penggunaan internet sebagai
alat untuk memfasilitasi setiap aspek kehidupan mereka, perkembangan
hukum dunia maya sudah sangat maju. Sebagai kiblat dari perkembangan
aspek hukum ini, Amerika Serikat merupakan negara yang telah
memiliki banyak perangkat hukum yang mengatur dan menentukan perkembangan
Cyber Law.Untuk dapat memahami sejauh mana perkembangan Cyber Law di
Indonesia maka kita akan membahas secara ringkas tentang landasan
fundamental yang ada didalam aspek yuridis yang mengatur lalu lintas
internet sebagai sebuah rezim hukum khusus, dimanater dapat komponen
utama yang menliputi persoalan yang ada dalam dunia maya tersebut,yaitu
Ø Pertama,
tentang yurisdiksi hukum dan aspek-aspek terkait; komponen
inimenganalisa dan menentukan keberlakuan hukum yang berlaku
dan diterapkan di dalam dunia maya itu;
Ø Kedua,
tentang landasan penggunaan internet sebagai sarana untuk melakukan
kebebasan berpendapat yang berhubungan dengan tanggungjawab pihak yang
menyampaikan, aspek accountability, tangung jawab dalam memberikan jasa
online dan penyedia jasa internet (internetprovider), serta tanggung
jawab hukum bagi penyedia jasa pendidikan melalui jaringan internet;
Ø Ketiga,
tentang aspek hak milik intelektual dimana adanya aspek tentangpatent,
merek dagang rahasia yang diterapkan serta berlaku di dalam dunia
cyber;
Ø Keempat,
tentang aspek kerahasiaan yang dijamin oleh ketentuan hukumyang berlaku
di masing-masing yurisdiksi negara asal dari pihak yang mempergunakan
atau memanfaatkan dunia maya sebagai bagian dari sistem atau mekanisme
jasa yang mereka lakukan;
Ø Kelima, tentang aspek hukum yang menjamin keamanan dari setiap pengguna internet;
Ø Keenam,
tentang ketentuan hukum yang memformulasikan aspek kepemilikan dalam
internet sebagai bagian dari nilai investasi yang dapat dihitung sesuai
dengan prinisip-prinsip keuangan atau akuntansi;
Ø Ketujuh, tentang aspek hukum yang memberikan legalisasi atas internet sebagai bagian dari perdagangan atau bisnis usaha.
Berdasarkan
faktor-faktor tersebut di atas maka kita akan dapat melakukan
penilaian untuk menjustifikasi sejauh mana perkembangan dari hukum yang
mengatur sistem dan mekanisme internet di Indonesia.Perkembangan internet
di Indonesia mengalami percepatan yang sangat tinggi serta memiliki
jumlah pelanggan atau pihak pengguna jaringan internet yang terus
meningkatsejak paruh tahun 90'an. Salah satu indikator untuk melihat
bagaimana aplikasi hukum tentang internet diperlukan di Indonesia adalah
dengan melihat banyaknya perusahaan yang menjadi provider untuk pengguna
jasa internet di Indonesia. Perusahaan-perusahaan yang memberikan jasa
provider di Indonesia sadar atau tidak merupakan pihak yang berperanan
sangat penting dalam memajukan perkembangan cyber law di Indonesia dimana
fungsi-fungsi yang mereka lakukan seperti :
v Perjanjian aplikasi rekening pelanggan internet;
v Perjanjian pembuatan desain home page komersial;
v Perjanjian reseller penempatan data-data di internet server;
v Penawaran-penawaran penjualan produk-produk komersial melalui internet;
v Pemberian informasi yang di update setiap hari oleh home page komersial;
v Pemberian pendapat atau polling online melalui internet.
Merupakan
faktor dan tindakan yang dapat digolongkan sebagai tindakan
yang berhubungan dengan aplikasi hukum tentang cyber di Indonesia. Oleh
sebab itu ada baiknya didalam perkembangan selanjutnya agar setiap
pemberi jasa atau pengguna internet dapat terjamin maka hukum tentang
internet perlu dikembangkan serta dikaj isebagai sebuah hukum yang
memiliki disiplin tersendiri di Indonesia.
Secara
akademis, terminologi ”cyber law” tampaknya belum menjadi terminologi
yang sepenuhnya dapat diterima. Hal ini terbukti dengan dipakainya
terminologi lain untuk tujuan yang sama seperti The law of the Inlernet,
Law and the Information Super high way, Information Technology Law, The Law
of Information, dan sebagainya.Di Indonesia sendiri tampaknya belum ada
satu istilah yang disepakati atau paling tidak hanya sekedar terjemahan
atas terminologi ”cyber law”.
Sampai
saat ini ada beberapa istilah yang dimaksudkan sebagai terjemahan dari
”cyber law”, misalnya, Hukum Sistem Informasi, Hukum Informasi, dan Hukum
Telematika (Telekomunikasi dan Informatika).Bagi penulis, istilah
(Indonesia) mana pun yang akan dipakai tidak menjadi persoalan.Yang
penting, di dalamnya memuat atau membicarakan mengenai aspek-aspek
hukum yang berkaitan dengan aktivitas manusia di Internet. Oleh karena
itu dapat dipahami apabila sampai saat ini di kalangan peminat dan
pemerhati masalah hukum yang berikaitan dengan Internet di Indonesia
masih menggunakan istilah ”cyber law”.
Sebagaimana
dikemukakan di atas, lahirnya pemikiran untuk membentuk satu
aturan hukum yang dapat merespon persoalan-persoalan hukum yang muncul
akibat dari pemanfaatan Internet terutama disebabkan oleh sistem hukum
tradisional yang tidak sepenuhnya mampu merespon persoalan-persoalan
tersebut dan karakteristik dari Internet itu sendiri. Hal ini pada
gilirannya akan melemahkan atau bahkan mengusangkan konsep-konsep hukum
yang sudah mapan seperti kedaulatan dan yurisdiksi. Kedua konsep
ini berada pada posisi yang dilematis ketika harus berhadapan dengan
kenyataan bahwa para pelaku yang terlibat dalam pemanfaatan Internet
tidak lagi tunduk pada batasan kewarganegaraan dan kedaulatan suatu
negara.
Dalam
kaitan ini Aron Mefford seorang pakar cyberlaw dari Michigan State
University sampai pada kesimpulan bahwa dengan meluasnya pemanfaatan
Internet sebenarnya telah terjadi semacam ”para digm shift”dalam
menentukan jati diri pelaku suatu perbuatan hukum dari citizens menjadi
netizens.Dilema yang dihadapi oleh hukum tradisional dalam menghadapi
fenomena cyberspaceini merupakan alasan utama perlunya membentuk satu
regulasi yang cukup akomodatif terhadap fenomena-fenomena baru yang
muncul akibat pemanfaatan Internet.
Aturan hukum
yang akan dibentuk itu harus diarahkan untuk memenuhi kebutuhan hukum
(thelegal needs) para pihak yang terlibat dalam traksaksi-transaksi
lewat Internet. Untuk itu penulis cenderung menyetujui proposal dari
Mefford yang mengusulkan ”LexInformatica” (Independent Net Law) sebagai
”Foundations of Law on the Internet".Proposal Mefford ini tampaknya
diilhami oleh pemikiran mengenai ”Lex Mercatoria”yang merupakan satu
sistem hukum yang dibentuk secara evolutif untuk
merespon kebutuhan-kebutuhan hukum (the legal needs) para pelaku
transaksi dagang yang mendapati kenyataan bahwa sistem hukum nasional
tidak cukup memadai dalam menjawab realitas-realitas yang ditemui dalam
transaksi perdagangan internasional.Secara demikian maka ”cyber law”
dapat didefinisikan sebagai seperangkat aturan yang berkaitan dengan
persoalan-persoalan yang muncul akibat dari pemanfaatan Internet.
Pembahasan
mengenai ruang lingkup ”cyber law” dimaksudkan sebagai inventarisasi
atas persoalan-persoalan atau aspek-aspek hukum yang diperkirakan
berkaitan dengan pemanfaatan Internet. Jonathan Rosenoer dalam Cyber law,
the law of internet mengingatkan tentang ruang lingkup dari cyber law
diantaranya :
Ø Hak Cipta (Copy Right)
Ø Hak Merk (Trademark)
Ø Pencemaran nama baik (Defamation)
Ø Fitnah, Penistaan, Penghinaan (Hate Speech)
Ø Serangan terhadap fasilitas komputer (Hacking, Viruses, Illegal Access)
Ø Pengaturan sumber daya internet seperti IP Address, domain name
Ø Kenyamanan Individu (Privacy)
Ø Prinsip kehati-hatian (Duty care)
Ø Tindakan kriminal biasa yang menggunakan TI sebagai alat
Ø Isu prosedural seperti yuridiksi, pembuktian, penyelidikan dll
Ø Kontrak / transaksi elektronik dan tanda tangan digital
Ø Pornografi
Ø Pencurian melalui Internet
Ø Perlindungan Konsumen
Ø Pemanfaatan internet dalam aktivitas keseharianseperti ecommerce, e-government, e-education dll.
Berikut
ini adalah ruang lingkup atau area yang harus dicover oleh cyberlaw.
Ruanglingkup cyberlaw ini akan terus berkembang seiring dengan
perkembangan yang terjadipadapemanfaatan Internet dikemudian hari
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Perkembangan
teknologi informasi (TI) dan khususnya juga Internet ternyata tak
hanya mengubah cara bagaimana seseorang berkomunikasi, mengelola data dan
informasi,melainkan lebih jauh dari itu mengubah bagaimana seseorang
melakukan bisnis. Banyak kegiatan bisnis yang sebelumnya tak terpikirkan,
kini dapat dilakukan dengan mudah dan cepat dengan model-model bisnis
yang sama sekali baru. Begitu juga, banyak kegiatan lainnya yang
dilakukan hanya dalam lingkup terbatas kini dapat dilakukan dalam cakupan
yang sangat luas, bahkan mendunia.
Di
sisi lain, perkembangan TI dan Internet ini, juga telah sangat
mempengaruhi hampir semua bisnis di dunia untuk terlibat dalam
implementasi dan menerapkan berbagai aplikasi. Banyak manfaat dan
keuntungan yang bisa diraih kalangan bisnis dalam kaitan ini, baik dalam
konteks internal (meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi),
dan eksternal (meningkatkan komunikasi data dan informasi antar berbagai
perusahaan pemasok, pabrikan, distributor) dan lain sebagainya.Namun,
terkait dengan semua perkembangan tersebut, yang juga harus menjadi
perhatian adalah bagaimana hal-hal baru tersebut, misalnya dalam
kepastian dan keabsahan transaksi, keamanan komunikasi data dan
informasi, dan semua yang terkait dengan kegiatan bisnis, dapat
terlindungi dengan baik karena adanya kepastian hukum. Mengapa diperlukan
kepastian hukum yang lebih kondusif, meski boleh dikata sama sekali
baru,karena perangkat hukum yang ada tidak cukup memadai untuk menaungi
semua perubahan dan perkembangan yang ada.
Masalah
hukum yang dikenal dengan Cyber law ini tak hanya terkait dengan
keamanan dan kepastian transaksi, juga keamanan dan kepastian
berinvestasi. Karena, diharapkan dengan adanya perangkat hukum yang
relevan dan kondusif, kegiatan bisnis akan dapat berjalan dengan
kepastian hukum yang memungkinkan menjerat semua fraud atau tindakan
kejahatan dalam kegiatan bisnis, maupun yang terkait dengan
kegiatan pemerintah.
Banyak
terjadi tindak kejahatan Internet (seperti carding), tetapi yang secara
nyata hanya beberapa kasus saja yang sampai ke tingkat pengadilan. Hal
ini dikarenakan hakim sendiri belum menerima bukti-bukti elektronik
sebagai barang bukti yang sah, seperti digital signature. Dengan demikian
cyberlaw bukan saja keharusan melainkan sudah merupakan kebutuhan, baik
untuk menghadapi kenyataan yang ada sekarang ini, dengan semakin
banyak terjadinyanya kegiatan cybercrime maupun tuntutan komunikasi perdagangan mancanegara (cross border transaction) ke depan.
Karenanya,
Indonesia sebagai negara yang juga terkait dengan perkembangan
dan perubahan itu, memang dituntut untuk merumuskan perangkat hukum yang
mampu mendukung kegiatan bisnis secara lebih luas, termasuk yang
dilakukan dalam dunia virtual, dengan tanpa mengabaikan yang selama ini
sudah berjalan. Karena, perangkat hukum yang ada saat ini ditambah
cyberlaw, akan semakin melengkapi perangkat hukum yang dimiliki.
Inisiatif ini sangat perlu dan mendesak dilakukan, seiring dengan
semakin berkembangnya pola-pola bisnis baru tersebut.Sejak Maret 2003
lalu Kantor Menteri Negara Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) mulai
menggodok Rancangan Undang-Undang (RUU) Informasi Elektronik
dan Transaksi Elektronik (IETE) - yang semula bernama Informasi,
Komunikasi dan Transaksi Elektronik (IKTE).
Hal
tersebut seharusnya memang di antisipasi sejak awal, karena eksistensi
TI dengan perkembangannya yang sangat pesat telah melahirkan
kecemasan-kecemasan baru seiring maraknya kejahatan di dunia cyber yang
semakin canggih. Lebih dari itu, TI yang tidak mengenal batas-batas
teritorial dan beroperasi secara maya juga menuntut
pemerintah mengantisipasi aktivitas-aktivitas baru yang harus diatur oleh
hukum yang berlaku,terutama memasuki pasar bebas.
2. SARAN
Mengingat
begitupesatnya perkembangan dunia cyber (internet), efek negatifnyapun
ikut andil didalamnya, untuk itu diharapkan peran demi tegaknya keadilan
di negriini.
DAFTAR PUSTAKA
BisTek Warta Ekonomi No. 24 edisiJuli 2000, Judul :Jenis-JenisKejahatanKomputer,
halaman. 52-54.
Warta Ekonomi No. 9, 5 Maret 2001 Judul :Perangkathukum di Indonesia dalam
mengatasikejahatankomputer, halaman 12-14.
Web site Insecure.org at http://insecure.org/nmap/ date access December 2008
Majalahinteraksiacuanhukumdankemasyarakatan, website :
http://berita.kafedago.com/kirimkomentar.asp, date access December 2008
MajalahGatraedisiOktober 2004, Judul :Cybercrime di Era Digital,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar